Jumat, 13 April 2012

Perjalanan ke Thaif

Perjalanan ke Thaif

Bukhari meriwayatkan dari Urwah, bahwa Aisyah ra. isteri Nabi SAW bertanya kepada Nabi SAW katanya: 'Adakah hari lain yang engkau rasakan lebih berat dari hari di perang Uhud?' tanya Aisyah ra. 'Ya, memang banyak perkara berat yang aku tanggung dari kaummu itu, dan yang paling berat ialah apa yang aku temui di hari Aqabah dulu itu. Aku meminta perlindungan diriku kepada putera Abdi Yalel bin Abdi Kilai, tetapi malangnya dia tidak merestui permohonanku! 'Aku pun pergi dari situ, sedang hatiku sangat sedih, dan mukaku muram sekali, aku terus berjalan dan berjalan, dan aku tidak sadar melainkan sesudah aku sampai di Qarnis-Tsa'alib. Aku pun mengangkat kepalaku, tiba-tiba aku terlihat sekumpulan awan yang telah meneduhkanku, aku lihat lagi, maka aku lihat Malaikat jibril alaihis-salam berada di situ, dia menyeruku: 'Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaummu tadi, dan apa yang dijawabnya pula. Sekarang Allah telah mengutus kepadamu bersamaku Malaikat yang bertugas menjaga bukit-bukit ini, maka perintahkanlah dia apa yang engkau hendak dan jika engkau ingin dia menghimpitkan kedua-dua bukit Abu Qubais dan Ahmar ini ke atas mereka, niscaya dia akan melakukannya!' Dan bersamaan itu pula Malaikat penjaga bukit-bukit itu menyeru namaku, lalu memberi salam kepadaku, katanya: 'Hai Muhammad!' Malaikat itu lalu mengatakan kepadaku apa yang dikatakan oleh Malaikat Jibril AS tadi. 'Berilah aku perintahmu, jika engkau hendak aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!' 'Jangan... jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !', demikian jawab Nabi SAW.

Musa bin Uqbah menyebut di dalam kitab 'Al-Maghazi' dari Ibnu Syihab katanya, bahwa Rasulullah SAW apabila pamannya, Abu Thalib, meninggal dia keluar menuju ke Tha'if dengan harapan agar penduduknya akan melindunginya di sana. Maka beliau menemui tiga pemuka Tsaqif, dan mereka itu bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Khubaib dan Mas'ud dari Bani Amru. Beliau menawarkan mereka untuk melindunginya serta mengadukan halnya dan apa yang dibuat oleh kaumnya terhadap dirinya sesudah kematian Abu Thalib itu, namun bukan saja mereka menolakbeliau, tetapi mereka menghalaunya dan memperlakukan apa yang tidak sewajarnya.(Fathul Bari 6:198 - dari sumber Ibnu Ishak, Shahjh Bukhari 1:458, dan berita ini dikeluarkan juga oleh Muslim dan Nasa'i).

Abu Nu'aim memberitakan dengan lebih lengkapl dari Urwah bin Az-Zubair ra. katanya: Apabila Abu Thalib meninggal, maka semakin bertambahlah penyiksaan kaum Quraisy ke atas Nabi SAW Maka beliau berangkat ke Tha'if untuk menemui suku kaum Tsaqif dengan harapan penuh, bahwa mereka akan dapat melindunginya dan mempertahankannya. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, dan mereka itu pula adalah bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud, semua mereka putera-putera dari Amru, lalu beliau menawarkan dirinya untuk diberikan perlindungan, di samping beliau mengadukan perbuatan jahat kaum Quraisy terhadap dirinya, dan apa yang ditimpakan ke atas pengikut-pengikutnya. Maka berkata salah seorang dari mereka: Aku hendak mencuri kelambu Ka'bah, jika memang benar Allah mengutusmu sesuatu seperti yang engkau katakan tadi?! Yang lain pula berkata: Demi Allah, aku tidak dapat berkatakata kepadamu, walau satu kalimah sesudah pertemuan ini, sebab jika engkau benar seorang Utusan Allah, niscaya engkau menjadi orang yang tinggi kedudukannya dan besar pangkatnya, tentu tidak boleh aku berbicara lagi kepadamu?! Dan yang terakhir pula berkata: Apakah Allah sampai begitu lemah untuk mengutus orang selain engkau? Semua kata-kata pemuka Tsaqif kepada RasuluUah SAW itu tersebar dengan cepat sekali kepada suku kaumnya, lalu mereka pun berkumpul mengejek-ngejek beliau dengan kata-kata itu.

Kemudian ketika beliau hendak pergi meninggalkan Tha'if itu, mereka berbaris di tengah jalannya dua barisan, mereka mengambil batu, lalu melempar beliau, setiap beliau melangkahkan kakinya batu-batu itu mengenai semua tubuh beliau sehingga luka-luka berdarah, dan sambil mereka melempar, mereka mengejek dan mencaci. Setelah bebas dari perbuatan suku kaum Tsaqif itu, beliau terlihat sebuah perkebunan anggur yang subur di situ. Beliau berhenti di salah satu pepohonannya untuk beristirahat dan membersihkan darah yang mengalir dari kaki dan tubuhnya yang lain, sedang hatinya sungguh pilu dan menyesal atas perlakuan kaum Tha'if itu.

Tidak lama kemudian terlihatlah Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah yang baru sampai di situ. Beliau enggan datang menemui mereka, disebabkan permusuhan mereka terhadap Allah dan RasulNya dan penentangan mereka terhadap agama yang diutus Allah kepadanya. Tetapi Utbah dan Syaibah telah menyuruh hamba mereka yang bemama Addas untuk datang kepada beliau membawa sedikit anggur untuknya, dan Addas ini adalah seorang yang beragama kristen dari negeri Niniva (kota lama dari Iraq). Apabila Addas datang membawa sedikit anggur untuk beliau, maka beliau pun memakannya, dan sebelum itu membaca 'Bismillah!' Mendengar itu Addas keheranan, kerana tidak pernah mendengar orang membaca seperti itu sebelumnya.

'Siapa namamu?' tanya Nabi SAW 'Addas!' 'Dari mana engkau?' tanya beliau lagi. 'Dari negeri Niniva!' jawab Addas. 'Oh, dari kota Nabi yang saleh, Yunus bin Matta!' Mendengar jawaban Nabi itu, Addas menjadi lebih heran dari mana orang ini tahu tentang Nabi Yunus bin Matta? Dia tidak sabar lagi hendak tahu, sementara tuannya Utbah dan Syaibah melihat saja kelakuan hambanya yang terlihat begitu mesra dengan Nabi SAW itu. 'Dari mana engkau tahu tentang Yunus bin Matta?!' Addas keheranan. 'Dia seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama kepada kaumnya,' jawab beliau. Beliau lalu menceritakan apa yang diketahuinya tentang Nabi Yunus AS itu, dan sudah menjadi tabiat beliau, beliau tidak pernah memperkecilkan siapa pun yang diutus Allah untuk membawa perutusannya. Mendengar semua keterangan dari Rasulullah SAW Addas semakin kuat mempercayai bahwa orang yang berkata-kata dengannya ini adalah seorang Nabi yang diutus Allah. Lalu dia pun menundukkan kepalanya kepada beliau sambil mencium kedua tapak kaki beliau yang penuh dengan darah itu.

Melihat kelakuan Addas yang terakhir ini, Utbah dan Syaibah semakin heran apa yang dibuat sang hamba itu. Apabila kembali Addas kepada mereka, mereka lalu bertanya: 'Addas! Mari ke mari!' panggil mereka. Addas datang kepada tuannya menunggu jika ada perintah yang akan disuruhnya. 'Apa yang engkau lakukan kepada orang itu tadi?' 'Tidak ada apa-apa!' jawab Addas. 'Kami lihat engkau menundukkan kepalamu kepadanya, lalu engkau menciurn kedua belah kakinya, padahal kami belum pemah melihatmu berbuat seperti itu kepada orang lain?!' Addas mendiamkan diri saja, tidak menjawab. 'Kenapa diam? Coba beritahu kami, kami ingin tahu?' pinta Utbah dan Syaibah. 'Orang itu adalah orang yang baik, dia menceritakan kepadaku tentang seorang Utusan Allah atau Nabi yang diutus kepada kaum kami, 'jawab Addas. 'Siapa namanya Nabi itu?' 'Yunus bin Matta' jawab Addas lagi. 'Lalu?' 'Dia katakan, dia juga Nabi yang diutus!'Addas berkata jujur. 'Dia Nabi?!' Utbah dan Syaibah tertawa terbahak-bahak, sedang Addas mendiamkan diri melihatkan sikap orang yang mengingkari kebenaran Allah. 'Eh, engkau bukankah kristen?' 'Benar,'jawab Addas. 'Tetaplah saja dalam kristenmu itu! Jangan tertipu oleh perkataan orang itu!' Utbah dan Syaibah mengingatkan Addas. 'Dia itu seorang penipu, tahu tidak?!' Addas terus mendiamkan dirinya . Sesudah itu, Rasuluilah SAW kembali ke Makkah dengan hati yang kecewa sekali. (Dala'ilun-Nubuwah, hal. 103)

Bertani di Syurga

Bertani di Syurga

Pada suatu hari Rasulullah SAW berbicara dengan seorang lelaki dari desa. Beliau SAW menceritakan bahwa ada seorang lelaki penghuni syurga meminta kepada Allah untuk bercocok tanam, kemudian Allah bertanya kepadanya bukankah Allah telah berikan semua perkara yang dia perlukan? Lelaki itu mengakui, tetapi dia suka bercocok tanam. Lalu dia menabur biji benih. Tanamn itu langsung tumbuh. Kesemuanya sama. Setelah itu dia menuainya. Hasilnya dapat setinggi gunung. Allah berfirman kepadanya, "Wahai anak Adam, ia tidak mengenyangkan perut kamu".

"Demi Allah, orang itu adalah orang Quraisy atau pun Anshar karena mereka dari golongan petani. Kami bukan dari golongan petani", kata orang Badui itu. Rasulullah SAW tertawa mendengar kata-kata orang badui itu.

(al-Sirah al-Nabawiyah, Muhammad Rasulullah wa al-Ladzina Ma'ahu, Ghazwatul Khandak)

Surat Umar bin Khathab ra.

Surat Umar bin Khathab ra.

Sebuah riwayat diambil dari Al Bidayah wan Nihayah nya Ibnu Katsir bahwa Umar ibn al Khatthab ra. Telah mengirim pasukan muslim di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqas yang dikirim untuk menaklukkan Parsi. Ia (Umar ra.) menulis sepucuk surat kepadanya, sebagai berikut:

"Saya memerintahkan engkau dan pasukanmu untuk takut kepada Allah pada setiap saat karena taqwa adalah senjata terbaik menghadapi musuh dan strategi terbaik dalam peperangan. Dan saya memerintahkannmu dan pasukanmu untuk takut melanggar perintah Allah SWT lebih dari ketakutanmu terhadap musuhmu. Jika sebuah pasukan lebih takutkan berbuat dosa dari pada musuh mereka, Allah SWT akan memberikan kemenangan, untuk orang Muslim kemenangan adalah hasil dari ketidak taatan orang-orang kafir kepada Allah SWT. Ingatlah bahwa tidak ada kekuatan kecuali bersama Allah walaupun mereka selalu lebih banyak dari kita dan memiliki persenjataan serta perlengkapan yang lebih baik. Jika kita sama seperti mereka dalam ketidak taatan kepada Allah SWT, mereka akan menaklukkan kita dengan senjata mereka yang lebih hebat dan jika tidak kita taklukkanlah mereka dengan adil, kita tidak dapat menaklukkan mereka dengan kekuatan.
Kalian harus belajar bahwa kalian memiliki beberapa Malaikat bersama dengan kalian yang melindungi kalian dan amal kalian. Jadi berhati-hatilah dan jangan melakukan suatu dosa ketika kalian sedang berjuang dijalan Allah SWT. Dan jangan jangan menganggap musuh kita lebih jelek dan mereka tidak dapat mendapat kemenangan dari kita walaupun mereka melakukan perbuatan dosa. Banyak bangsa yang telah jatuh ke tangan bangsa yang lain yang mereka kurang memiliki keyakinan sebagaimana Bangsa Magi yang mendapat kemenangan dari Bani Israil ketika mereka melakukan perbuatan dosa.
Kalian harus meminta kepada Allah SWT kemenangan terhadap diri kalian sendiri sebagaimana kamu meminta kemenangan terhadap musuhmu.
Mintalah kepada Allah SWT untuk kami dan kamu sekalian".

Kisah Kehidupan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan Para Sahabat رضي الله عنهم

  • Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian" - (Muslim)

Sifat-Sifat Nabi Muhammad SAW

Fizikal Nabi
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:

Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.

Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.

Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.

Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.

Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.

Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.

Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.

Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.

Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.

Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.

(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)